Pengertian
Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H Markum, 2002).
Etiologi
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
1. Faktor ibu
- Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah.
- Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah uterus, kompresi vena kava dan aorta saat hamil, gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia.
- Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahunGravida empat atau lebih
2. Faktor plasenta
- Plasenta tipis
- Plasenta kecil
- Plasenta tak menempel
- Solusio plasenta
- Perdarahan plasenta
3. Faktor janin / neonatus
- Kompresi umbilikus
- Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
- Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
- Prematur
- Gemeli
- Kelainan congenital
- Pemakaian obat anestesi
- Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Faktor persalinan
- Partus lama
- Partus tindakan
Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan, maka akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukkan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode apnoe yang kedua., dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Manifestasi klinik
1. Pernafasan cuping hidung
2. Pernafasan cepat
3. Tidak bernafas
4. Nadi cepat
5. Sianosis
6. Nilai APGAR kurang dari 6
Untuk menilai tingkat asfiksia: asfiksia berat, sedang atau ringan bahkan normal dapat dipakai penilaian dengan APGAR score sebagai berikut.
1. Score 0 : warna kulit pucat, denyut nadi tidak teraba, refleks tidak ada, tonus otot tidak ada gerakan, pernafasan tidak ada
2. Score 1 : tubuh kemerahan, ekstremitas biru, denyut nadi kurang dari 100x/menit, gerakan sedikit, gerakan fleksi pada ekstremitas, pernafasan lambat tidak teratur
3. Score 2 : seluruh tubuh kemerahan, denyut nadi lebih dari 100x/menit, bisa menangis, gerakan aktif, Pernafasan Tidak ada Lambat tidak teratur Menangis kuat/ keras
Klasifikasi klinik nilai APGAR :
1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
3. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek)
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
4. Pengkajian spesifik
Gradasi Hipoksi Iskemia Ensepalopati pada bayi
- Derajat 1 : Tingkat kesadaran iritabel, tonus otot normal, postur normal, reflek tendon / klonus hiperaktif, reflek moro kuat, pupil medriasis, kejang tidak ada, EKG normal, hasil akhir baik .
- Derajat 2 : Tingkat kesadaran letargi, tonus otot hipotonus, postur fleksi, reflek tendon / klonus hiperaktif, reflek moro lemah, pupil miosis, kejang sering terjadi, EKG voltase rendah berubah dengan kejang, durasi 24 jam-14 hari, hasil akhir bervariasi
- Derajat 3 :Tingkat kesadaran stupor, tonus otot flasit, postur desebrasi, reflek tendon / klonus tidak ada, reflek moro tidak ada, pupil tidak bereflek cahaya, desebrasi, EKG isoelektrik, durasi beberapa minggu, hasil akhir kematian
Komplikasi
1. Otak :
Hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2. Jantung dan paru :
Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,perdarahan paru, edema paru
3. Gastrointestinal :
Enterokolitis nekrotikans
4. Ginjal :
Tubular nekrosis akut
Tubular nekrosis akut
5. Hematologi :
DIC
Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastika saluran nafas terbuka :
- Meletakan bayi dalam posisi yang benar
- Menghisap mulut kemudian hidung k/p trakhea
- Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
- Lakukan rangsangan taktil
- Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
a. Tindakan umum
o Pengawasan suhu
o Pembersihan jalan nafas
o Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
b. Tindakan khusus
o Aspiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
o Aspiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapasan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
2. Resiko hipotermi berhubungan dengan imaturitas pusat regulasi tubuh
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka tindakan invasive
Rencana keperawatan
Diagnosis : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
1. RR 30 – 60 x/mnt, teratur
2. Kulit kemerahan
3. Tidak sesak nafas
4. Bayi menangis
Intervensi :
1. Pertahankan jalan nafas tetap baik
Rasional : jalan nafas yang baik dapat menjamin lancarnya proses inspirasi dan ekspirasi
2. Berikan rangsangan taktil
Rasional : rangsangan taktil dapat merangsang terjadinya usaha nafas spontan
3. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : pemberian O2 dapat mencegah terjadinya metabolisme anaerob
4. Pantau irama, kedalaman dan frekuensi nafas
Rasional : mengetahui status pernafasan
5. Posisikan ekstensi
Rasional : memperlancar proses pernafasan
6. Pantau hasil pemeriksaan AGD
Rasional : AGD menunjukan status oksigenasi
Diagnosa : gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, perfusi jaringan adekuat
Kriteria Hasil :
1. Akral hangat
2. Suhu tubuh 36,5- 37,5 oC
3. Capillary refil kurang dari 3’’
4. RR = 40 – 60 x / menit
Intervensi :
1. Monitor nadi, frekuensi pernafasan dan bunyi nafas
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Posisikan kepala ekstensi
Rasional : memperlancar proses pernafasan
3. Berikan O2 sesuai program dan pantau kepatenan O2
Rasional : pemberian O2 dapat mencegah terjadinya hipoksia
4. Pantau pemberian cairan dan elektrolit sesuai program
Rasional : agar dapat dikatahui secara tepat kebutuhan bayi
5. Berikan kenyamanan
Rasional : agar bayi bisa beristirahat
6. Monitor tingkat kesadaran
asional : mengetahui keadaan umum bayi
7. Monitor TTV
Rasional : pemantauan TTV dapat menentukan perkembangan keperawatan selanjutnya
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaa 3x24 jam diharapkan masukan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
1. BB normal sesuai umur (penurunan BB tidak kurang dari 10% BB lahir).
2. Secara adekuat terhidrasi dengan haluaran urine normal
3. turgor kulit membaik
Intervensi :
1. Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : Kelebihan atau penurunan BB menetap dapat menetapkan bahwa masukan kalori tidak adekuat dengan jumlah yang diberikan
2. Pantau kekuatan dan koordinasi mengisap serta refleks menelan
Rasional : hiperaktifitas SSP dapat mempengaruhi perilaku makan nutrient oral secara negative
3. Kaji kongesti nasal atau bersin pada bayi sebelum pemberian makan.
Rasional : membersihkan parese pernafasandari mukus yang berlebihan , mungkin bayi baru lahir bernafas lebih mudah saat makan yang memperbaiki masukan oral
4. Observasi keadaan sonde
Rasional : untuk mempertahankan posisi dalam keadaan aman
5. Lakukan aspirasi pada sonde sebelum memberikan makanan
Rasional : untuk mengetahui adanya residu setiap pemberian makanan
6. Posisikan bayi miring kanan, jangan mengganggu setelah pemberian makanan
Rasional : memudahkan pengosongan lambung dan meningkatkan absorbsi
7. Pantau masukan dan pengeluaran termasuk frekuensi konsistensi defekasi
Rasional : mengidentifikasi ketidakseimbangan sehingga memungkinkan intervensi dini. Kepekaan GI dihubungkan dengan sering defekasi atau faeces cair muntah atau regugitasi dengan akibat dehidrasi & malnutrisi
8. Tentukan jumlah tipe & frekuensi masukan parenteral dalam 24 jam
Rasional : ketidakadekuatan masukan kalori dan cairan yang akan mengakibatkan ketidakadekuatan nutrisi dan pertumbuhan BB buruk
9. Kaji hidrasi, perhatikan keadaan fontanel, mukosa, turgor kulit dan jumlah popok yang basah/hari.
Rasional : masukan cairan yang tidak adekuat mengakibatkan dehidrasi yang dimanifestasikan dengan depresi fontanel, penurunan haluaran urine, turgor kulit buruk dan kekeringan mukosa.
Diagnosa : Hipotermi berhubungan dengan imaturitas pusat regulasi tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam, bayi dalm keadaan normotermi
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh 36,5 37,5 0 C
2. Bayi tidak dingin
3. Akral hangat
4. Bayi aktif
Intervensi :
1. Monitor suhu bayi
1. Rasional : untuk memantau suhu tubuh bayi, bila ada perubahan dapat segera dilakukan tindakan
2. Pertahankan bayi pada incubator
Rasional : perubahan suhu incubator, dapat mempengaruhi suhu tubuh anak
3. Ganti setiap ada linen atau popok yang basah
Rasional : pakain basah dapat terjadi konveksi panas dari tubuh bayi meminimalkan resiko kontaminasi kuman
4. Pantau suhu lingkungan
Rasional : suhu lingkungan dapat mempengaruhi suhu bayi
DAFTAR PUSTAKA
A.H Markum. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI
Cecily L.Betz & Linda A. Sowden. 2001. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Carpenito,LJ. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Jakarta : EGC
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito. 1999. Standar Pelayanan Medis RSUP. Dr. Sardjito, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, Indonesia.
Markum,AH. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI
Nanda. 2001. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia.