KEJANG DEMAM



A. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan (Ngastiyah, 1997; 229).

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki (Sumijati, 2000;72-73).

Faktor yang penting pada kejang demam ialah demam, umur, genetik, riwayat prenatal, danperinatal. Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, otitis media, pnemunia, gastroenteritis, dan infeksi traktus urinarius. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Kadang-kadang pada demam yang tidak begitu tinggi sudah dapat menimbulkan kejang. Pada anak yang demikian biasanya mempunyai risiko tinggi terjadi kekambuhan kejang.

Peran perawat dalam menghadapi pasien dengan kejang saat pertama kali adalah mengidentifikasi atau mengkaji keaqdaan pasien dan kejang yang dialami pasien. Adanya informasi yang mendukung tegaknya diagnosa medis atau keperawatan sangat tergantung juga pada sekali mata saat kejang menyerang pasien (onset kejang). Data dari saksi tersebut dapat mendeskripsikan secara spesifik oleh perawat dan mempermudah penanganan pertama kali dalam menangani kedaruratan.


II. KONSEP TEORI

A. Pengertian

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).


B. Etiologi

Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll.


C. Tanda dan Gejala

Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.

Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali


D. Pemeriksaan Diagnostik

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :

1. Darah

Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl ) 2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang. 3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi 4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala. 5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal. 6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras. E. Penatalaksanaan Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : 1. Pemberantasan kejang secepat mungkin Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut : Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka : a. Segera diberikan diazepam intravena  dosis rata-rata 0,3 mg/kg Atau diazepam rectal dosis  10 kg : 5 mg bila kejang tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg tunggu 15 menit dapat diulang dengan cara/dosis yang sama kejang berhenti berikan dosis awal fenobarbital dosis : neonatus : 30 mg I.M 1 bulan – 1 tahun : 50 mg I.M  1 tahun : 75 mg I.M b. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat. 2. Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah : a. Semua pakaian ketat dibuka b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung c. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen 3. Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya. 4. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll. F. Komplikasi 1. Kejang berulang 2. Epilepsi 3. Hemiparese 4. Gangguan mental dan belajar G. Prognosa Penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor : 1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga 2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang 3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal 4. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”). III. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa,

sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154).

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data

serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan

dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan

lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan

lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi,

perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan),

catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup

semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).


Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :

1. Data subyektif

a. Biodata/Identitas

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.

Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama,

umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

b. Riwayat Penyakit

1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul ada

kejang ?

Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang sianak

2) Apakah disertai demam ?

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah

infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara

timbulnya kejang dengan demam.

3) Lama serangan

Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama

bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan

pengobatan.

4) Pola serangan

a) Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah

bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?

b) Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi

mioklonik ?

c) Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti

epilepsi akinetik ?

d) Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik

sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?

Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

5) Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama

kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang

timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.

6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat

menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejan

dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita

segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?

7) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi),

gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

8) Riwayat penyakit dahulu

a) Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah

mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?

b) Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.

9) Riwayat kehamilan dan persalinan

Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit

panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan

obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar,

spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan

lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek,

dan kejang-kejang.

10) Riwayat imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur

mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat

imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

11) Riwayat perkembangan

Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :

a) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan

mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.

b) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati

sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan

dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,

memegang suatu benda, dan lain-lain.

c) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan

berbicara spontan.

12) Riwayat kesehatan keluarga.

a) Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam

mempunyai faktor turunan)

b) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?

c) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit

infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.

13) Riwayat sosial

a) Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh

mengasuh anak?

b) Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?

14) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

a) Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?

b) Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

(1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

(2) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,

pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis?

(3) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang

diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan

pertolongan pertama.

15) Pola nutrisi

a) Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan

kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?

b) Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa

kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

16) Pola eliminasi

a) BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana

warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak

kencing.

b) BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya

lunak,keras,cair atau berlendir ?

17) Pola aktivitas dan latihan

a) Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?

b) Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?

c) Aktivitas apa yang disukai?

18) Pola tidur/istirahat

a) Berapa jam sehari tidur?

b) Berangkat tidur jam berapa?

c) Bangun tidur jam berapa?

d) Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,

respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan

kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan

neurologi.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala

Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah

tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana

keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.

2) Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan

malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut

jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.

3) Muka/ wajah

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak

menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus

sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?

4) Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman

penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

5) Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti

pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,

berkurangnya pendengaran.

6) Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas? Apakah

keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?

7) Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah

stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?

8) Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan

eksudat?

9) Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena

jugulans ?

10) Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya,

irama, kedalaman, adakah retraksi intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas

tambahan ?

11) Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ?

Adakah bradicardi atau tachycardia ?

12) Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit

dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?

13) Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema,

hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

14) Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana

suhunya pada daerah akral ?

15) Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?


B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah

pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan

keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. PK kejang berulang

2. Risiko trauma dengan faktor risiko kurangnya koordinasi otot/kejang

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi kuman

4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang

ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.


C. Rencana keperawatan

Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan

itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang

memberikan arah pada kegiatan keperawatan (Santosa, 1989;160).


Diagnosa Keperawatan : PK : kejang berulang berhubungan dengan hipertermi

Tujuan : Perawat mampu mengontrol dan mencegah terjadinya kejang.

Kriteria hasil :

1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.

2. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)

3. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)

100-110 x/menit (anak)

4. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)

24 – 28 x/menit (anak)

5. Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :

1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.

Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap

keringat.

2. Berikan kompres hangat

Rasional : perpindahan panas secara konduksi

3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)

Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.

4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam

Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.

5. Batasi aktivitas selama anak panas

Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.

6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.

Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai profilaksis


Diagnosa Keperawatan : Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi

otot/kejang

Tujuan : Risk detection.

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.

2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.

3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.

4. Pengetahuan tentang risiko

5. Memonitor faktor risiko dari lingkungan

Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh

1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.

Rasional : meminimalkan injuri saat kejang

2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..

Rasional : meningkatkan keamanan klien.

3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.

Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.

4. Letakkan klien di tempat yang lembut.

Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot

volunter berkurang.

5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.

Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.

6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang

Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal


Diagnosa Keperawatan/Masalah : Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan :Thermoregulation


Kriteria Hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment

1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.

Rasional : Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan

pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.

2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali

Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan

keperawatan yang selanjutnya.

3. Pertahankan suhu tubuh normal

Rasional : Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,

kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.

4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada kepala

Rasional : Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.

5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun

Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat

menyerap keringat.

6. Atur sirkulasi udara ruangan.

Rasional : Penyediaan udara bersih.

7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum

Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

8. Batasi aktivitas fisik

Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.



Diagnosa Keperawatan/Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbatasan

informasi

Tujuan : Pengetahuan: Proses penyakit

Kriteria:

1. Familiar dengan nama penyakit

2. Mendeskripsikan proses penyakit

3. Mendeskripsikan faktor penyebab

4. Mendeskripsikan faktor resiko


Rencana Tindakan : NIC : Ajarkan proses penyakit

1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran

informasi yang didapat.

2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam

Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan

keluarga

3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.

Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan

4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam,

antara lain :

a. Jangan panik saat kejang

b. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.

c. Kepala dimiringkan.

d. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.

e. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan

tenang.

f. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres hangat dan beri banyak minum

g. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.

Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi

masalah kesehatan.

5. Berikan health education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.

Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.

6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang

atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.

Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang

7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada

petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.

Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang

demam


D. Discharge Planning

1. Anjurkan minum obat sesuai waktunya, dan habiskan antibiotik

2. Anjurkan untuk cukup istirahat

3. Anjurkan untuk rileks dan kurangi aktifitas berat

4. Jika timbul demam berikan kompres atau teruskan asetaminofen

5. Anjurkan untuk banyak minum

6. Anjurkan untuk kontrol rutin.


DAFTAR PUSTAKA


Johnson., M. 1997, Nursing outcomes classification, Retrieved May 2004, from http://www.Minurse.com.


Lumbantobing, S. M. 1989, Penatalaksanaan mutakhir kejang pada anak, Gaya Baru, Jakarta.


McCloskey, J. C., & Bulecheck, G. M., 1996, Nursing intervention classsification (NIC). Mosby, St. Louise.


NANDA, 2002. Nursing diagnosis : Definition and classification (2001-2002), Philadelphia.


Ngastiyah. 1997, Perawatan anak sakit, EGC, Jakarta.


Santosa, N. I. 1989, Perawatan I : Dasar-dasar keperawatan, Depkes RI, Jakarta.


¬¬¬¬___________. 1993, Asuhan kesehatan dalam konteks keluarga, Depkes RI, Jakarta.


Soetjiningsih. 1995, Tumbuh kembang anak, EGC, Jakarta.


Sumijati, M.E, dkk, 2000, Asuhan keperawatan pada Kasus penyakit yang lazim terjadi pada anak, PERKANI, Surabaya.

Wahidiyat, I. 1985, Ilmu kesehatan anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.